gambar dari sini

Bersama kuning keemasan mentari yang perlahan menerobos, ada potongan-potongan kenangan yang tetiba tersaji. Tentang cerita-cerita yang telah aku ukir hingga sekarang. Tentang tempat-tempat yang telah aku jelajahi hingga hari ini. Juga tentang kebaikan-kebaikan yang telah memelukku erat hingga detik ini. Mungkin, akal dan hatiku sedang berkonspirasi, menggodaku tuk kembali berhenti sejenak... Ya, mungkin itu yang sedang aku butuhkan. Tuk sekadar duduk menyeruput secangkir teh di sudut teras. Membaca lagi skenario cerita yang sedang aku susun, mencoret yang tak perlu, atau menambahkan sedikit untuk mempermanis jalan cerita..

Ya. Aku sedang menyusun cerita saat ini.

Cerita tentang masa muda yang kupakai tuk berjuang mewujudkan harapan-harapan serta mimpi-mimpi. Karena setiap orang punya mimpi bukan? Tak mudah memang, karena jalan yang ada tidak selalu rata dan berlapiskan aspal yang sempurna. Terkadang berlubang, terjal, ataupun menanjak dengan sudut kemiringan yang tidak biasa. Sesekali, harus singgah untuk mengusap peluh,atau sekadar mengumpulkan semangat tuk kembali melangkah. Tak mudah, namun satu persatu harapan yang kutitipkan pada langit telah tercoret, sebagai tanda bahwa mereka telah berjodoh dengan yang tertulis di lauhul mahfudz. Mungkin, ada beberapa yang tak sejalan dengan harapan. Namun, bukankah semua memiliki waktunya? Jika bukan dikabulkan atau ditunda, akan ALLAH ganti dengan yang lebih baik? 

Ya. Aku sedang menyusun cerita saat ini.

Namun, aku tak ingin cerita ini sebagaimana air mengalir mengikuti kemana arah hilir. Biasa saja, tak menarik. Maka kujelajahi berbagai tempat. Kuseberangi banyak samudera. Kudaki banyak bukit dan gunung. Kutemui banyak manusia, dan menyempatkan berbagi cerita bersama. Kupelajari kebaikan-kebaikan dari mereka, dan kutuliskan dalam lembaran-lembaran. Agar kelak bisa kubagi denganmu.

Kuakui aku sedikit kewalahan menyusun cerita ini sendirian. Suatu hari nanti, pada masanya, aku akan dipertemukan denganmu. Penulis lain yang akan membantuku menulis cerita yang lebih banyak lagi. Suatu sore, kita akan duduk menyuruput hangat di teras belakang, sembari berdiskusi tentang lembaran-lembaran kebaikan yang telah kita kumpulkan. Atau dengan riang memamerkan foto dari tempat-tempat yang telah kita jelajahi. Akan kita jadikan sebuah buku yang paling berkesan, untukmu dan anak-anak kita nantinya. Sebuah buku, dengan kisah-kisah yang tak biasa. Agar nantinya, mereka menjadi pribadi yang lebih berani, menjelajahi berbagai tempat yang belum sempat aku temui. Agar nantinya, mereka menjadi pribadi yang lebih bijak dalam bersikap, yang tak melukai ketika berujar. Agar nantinya, kita punya banyak cerita yang menginspirasi mereka menjadi pribadi yang lebih baik.

Hari ini, ingatanku kembali dipertemukan denganmu. Apa yang sedang kamu lakukan, dan bagaimana kabarmu? Bersemangatkah hatimu hari ini? Jika kebetulan kelabu sedang menghantuimu, aku cuma ingin engkau mengingat tentang buku kita. Semoga, ada sedikit hangat yang memelukmu..

"pada rima-rima namamu yang indah, rindu-rindu kecilku ini kelak akan beralun riang. Saat ini, aku hanya ingin menikmati kita dalam aksara.."

*Pun ini adalah cerita tentang semangat pantang menyerah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Juga cerita tentang menyusun pondasi hati yang kokoh. Masa lalu, terkadang menjebak seseorang ke dalam lingkaran bayangan gelap. Membuat lupa, bahwa setiap orang bisa bermimpi indah. Membuat kita lupa untuk terus menyuburkan dan meneduhkan hati.

gambar dari sini

Pagi kala itu, matahari masih enggan untuk tersenyum. Udara pun masih terasa dingin akibat guyuran hujan semalam. Beberapa anak manusia, masih asyik memeluk mimpi-mimpi mereka di atas lipatan-lipatan kasur. Yang lain, sudah terjaga dan siap untuk mengejar mimpi, memulai hari itu demi asa yang ingin mereka wujudkan, atau demi senyuman yang ingin mereka jaga untuk tetap merekah indah. Ya, seperti dua anak manusia, yang atas izinNYA, kujumpai di pagi itu.

Dua anak manusia, yang dengan berani menembus dingin untuk mengejar rejeki yang menjadi hak mereka hari itu. Dua orang dengan satu profesi, sebagai pemulung.

Yang pertama datang adalah seseorang, yang jika terlihat dari perawakannya, kusimpulkan ia sebagai seseorang yang masih muda. Dengan bertelanjang kaki, dihampirinya kotak sampah yang berada di dekatku. Ditaruhnya karung yang ia pikul kala itu, lalu dikeluarkannya plastik-plastik, serta kardus sisa makanan yang ada dalam kotak sampah. Kemudian ditaruhnya dengan perlahan dan hati-hati di samping kotak. Satu tangannya mengais sesuatu, dan barulah ketika ia mengeluarkan tangannya, aku tahu ia sedang mencari botol bekas serta gelas plastik air mineral. Ia mengais hingga ke dasar kotak sampah, mencari-cari berapa banyak botol dan gelas plastik yang bisa ia dapatkan kala itu. Setelah merasa yakin bahwa telah semua botol dan gelas plastik telah ia dapatkan, sampah yang tadi ia keluarkan, dengan perlahan ia kembalikan ke tempatnya semula. Lalu, bergegas ia beranjak, mencari botol dan gelas plastik di tempat lain. Masih, dengan bertelanjang kaki.

Yang kedua datang adalah seorang paruh baya. Berbeda dengan yang pertama, ia telah dianungerahi sepasang sendal untuk menjaga telapak kakinya dari dingin, dan juga gerobak untuk mengangkut botol dan gelas plastik yang lebih banyak dari orang yang pertama tadi. Ia mengayuh gerobaknya dengan lamban, dan baru berhenti ketika ia telah bersisian dengan tempat sampah yang ada di dekatku. Dengan langkah santai, diperiksanya tempat sampah, namun ia hanya memeriksa bagian atas, lalu setelah menyimpulkan bahwa ia tidak akan menemukan botol dan gelas plastik di sana, ia pun beranjak pergi, masih mengayuh gerobaknya dengan santai.

***

Pagi itu, aku disuguhkan dengan pembelajaran yang berharga tentang rejeki. Bahwa, rejeki yang telah menjadi hak kita, tetap harus dikejar. Juga, harus dikejar dengan penuh semangat meski dalam kondisi yang tak selalu bersahabat. Seperti pemuda di atas, yang meski tanpa alas kaki, tetap berusaha dengan teliti untuk mencari botol dan gelas plastik untuk dijadikannya rupiah.

Beberapa dari kita, mungkin telah dianugerahi fasilitas yang lengkap, serta kenyamanan yang tidak dimiliki orang lain. Namun terkadang, kesombongan merasuki kita, membuat kita lupa diri dan merasa tidak perlu untuk berusaha. Kita sudah merasa cukup dengan apa yang ada, juga terkadang merasa semuanya ada adalah karena usaha kita.

Aku pun teringat pesan orangtua kita, bahwa siapa yang bangun lebih awal, maka rejekinya akan datang cepat. Kali ini rejekiku bukanlah materi, melainkan pembelajaran hidup. Rejeki, tak selalu berupa materi bukan? Ini adalah sedikit cerita, untuk kubagi padamu.. Ingatlah, semua yang kita minta dengan baik-baik, akan diberikanNYA dengan cara yang lebih baik.

Bagaimana kabarmu di sana? Pun bagaimana kabar hatimu?

Semoga senantiasa terlindungi dari rasa gundah, dan senantiasa terus bersemangat untuk mengejar mimpi..^^